Ditengah gempuran produsen kendaraan berbasis listrik di Tiongkok, terjadi pro dan kontra diantara produsen dan konsumen. Pro dan kontra ini  berkembang dalam hal aspek-aspek implementasi kendaraan listrik dibandingkan kendaraan berbasis internal combusition engine (ICE). Konsumen otomotif yang sudah merasa nyaman dengan ICE akan sulit beralih kepada kendaraan listrik akibat keraguan mengenai baterai, ketahanan mesin listrik jangka panjang, kecepatan pengisian baterai, dan ketersediaan infrastruktur pengisian baterai. Perspektif produsen ICE yang sudah lama mengembangkan ICE masih perlu perencanaan yang matang untuk masuk ke bisnis kendaraan listrik. Ongkos peralihan bukan hanya dalam konteks keberlanjutan bisnis saja, tetapi dampak peralihan yang akan menimbulkan gejolak. Gejolak yang paling signifikan adalah pengurangan lapangan kerja yang mana penyederhanaan komponen mesin pada kendaraan listrik akan berefek pada penutupan beberapa pabrik komponen mesin ICE yang tidak dibutuhkan pada kendaraan listrik.

Figure 1 Battery packs are assembled inside Audi's e-tron factory in Brussels. - Credit: Stefan Warter/AUDI AG
Source: [3]

The New York Times mencatat bahwa saat ini, pangsa pasar produsen kendaraan berbasis ICE sudah mulai direnggut oleh produsen kendaraan listrik. Jepang sebagai produsen terbesar kendaraan global (seperti Toyota, Honda, Nissan, Mazda, dan Suzuki) sebagai produsen global kendaraan berbasis ICE sudah menyadari adanya pengurangan pangsa pasar khususnya di Tiongkok [1]. Bangkitnya kendaraan elektrifikasi di Tiongkok menjadi ancaman bagi produsen kendaraan berbasis ICE di Tiongkok, apalagi kebijakan pemerintah yang sangat mendukung pertumbuhan kendaraan listrik di Tiongkok [2]. CNN Indonesia mengabarkan pada tahun 2022 terjadi perubahan keseimbangan penjualan mobil di Tiongkok, merek lokal Tiongkok telah menguasai 50,7% dan Jepang hanya menguasai 18,3% [2]. Pangsa pasar Jepang tersebut turun 20% sejak tahun 2020 dan cenderung makin mengecil sampai saat ini [2].

Jerman sebagai salah satu negara tempat produsen kendaraan bermotor juga mulai berbenah dengan trend kendaraan listrik yang bergerak cepat. Kecepatan produsen otomotif Tiongkok memasuki pasar dengan sangat cepat membuat perusahaan-perusahaan otomotif di Jerman saling berkolaborasi dengan salah satu tujuan berbagi dalam ongkos pengembangan dan produksi kendaraan listrik. BMW dan Daimler yang selalu berkompetisi dengan sangat sengit di segmen kendaraan mewah telah mengumumkan menjalin kerjasama dalam pengembangan otomasi dan autonomous vehicle [3]. Kolaborasi keduanya bahkan berinvestasi sekitar $1 Milyar dalam ventur yang baru untuk pengembangan layanan mobilitas yang meliputi layanan berbagi perjalanan (ride-sharing) sistem pengisian baterai kendaraan listrik. Ford dan Volkswagen dilain pihak bekerja sama mengembangkan platform kendaraan listrik termasuk teknologi kendaraan otonom dengan investasi sampai $7 Milyar USD.

Figure 2. Pertumbuhan kendaraan listrik 2015 – 2040
Source: Bloomberg Energy Finance [3]

Kebijakan pemerintah Indonesia sangat mendorong penggunaan kendaraan listrik mengingat pencemaran udara khususnya di Ibukota Jakarta sangat memprihatinkan. Rata-rata Air Quality Index (AQI) sepanjang tahun 2021 misalnya, berada dibawah 80. AQI ini jauh lebih baik dibandingkan tahun 2019 (sebelum pandemi COVID 19) yang rata-rata skor AQI adalah 195. Perpres 55 tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik berbasis Baterai menjadi dasar usaha pemerintah Indonesia untuk mengintensifkan pemakaian kendaraan listrik di Indonesia. Baru-baru ini, pada September 2024, pemerintah merespon perdebatan yang alot tentang apakah insentif diberikan juga kepada kendaraan berbasis hybrid, dimana kendaraan hybrid ini juga menggunakan baterai. Mempertimbangkan aspek teknis dari sisi penggerak (drive train) dan komersialisasi, pemerintah memutuskan memberlakukan pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)  sebesar 6-12 %. Untuk kendaraan listrik pemerintah memberikan keringanan dalam hal PPnBM 0% serta PPN yang ditanggung pemerintah.

Komersialisasi teknologi baru, seperti kendaraan listrik ini, akan diawali dengan tahap acceptance atau keterterimaan. Prinsip keterterimaan yang digambarkan dalam technology acceptance model (TAM) menyatakan bahwa pengguna dapat menerima suatu teknologi berdasarkan faktor-faktor kemudahan pemakaian (ease of use), kebergunaan (usefulness) yang mempengaruhi niat untuk membeli produk dengan teknologi tersebut. Pada kendaraan listrik ini dapat kita lihat bahwa salah satu aspek penting dari keterterimaan kendaraan listrik terdapat pada kemudahan pengisian baterai. Infrastruktur stasiun pengisian baterai sangat esensial agar pengguna kendaraan listrik yakin dan percaya untuk memiliki dan percaya terhadap kendaraan listrik. Infrastruktur stasiun pengisian baterai di Indonesia belum semasif di Tiongkok atau di Eropa walau sudah ada beberapa pemain pasar yang siap bekerjasama untuk penyediaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) tersebut. Pemerintah menargetkan 1.030 SPKLU terpasang di seluruh Indonesia, dimana saat ini tercatat baru terdapat 700-an SPKLU yang terpasang.

 

Reference

[1] The New York Times (2023). Toyota, a Hybrid Pioneer, Struggles to Master Electric Vehicles. https://www.nytimes.com/2023/09/07/business/toyota-hybrid-electric-vehicles.html. Accessed: 01 October 2024

[2] CNN Indonesia (2023). Mobil listrik guncang otomotif China, Merek Jepang mulai angkat kaki. https://www.cnnindonesia.com/otomotif/20230929141205-584-1005171/mobil-listrik-guncang-otomotif-china-merek-jepang-mulai-angkat-kaki. Accessed: 01 Oktober 2024.

[3] Charles Riley (2019). The future of autos: The great electric car race is just beginning. https://edition.cnn.com/interactive/2019/08/business/electric-cars-audi-volkswagen-tesla/. Accessed 01 October 2024

[4] Antara (2024). Soal mobil hybrid, Menko Airlangga: Tanpa insentif penjualan baik. https://otomotif.antaranews.com/berita/4353935/soal-mobil-hybrid-menko-airlangga-tanpa-insentif-penjualan-baik. Accessed: 01 October 2024.

[5] Donny Dwisatryo Priyantoro, Aswar Ferdian (2023). Jumlah SPKLU Kendaraan Listrik di Indonesia masih terbatas. https://otomotif.kompas.com/read/2023/08/03/183100215/jumlah-spklu-kendaraan-listrik-di-indonesia-masih-terbatas. Accessed: 1 October 2024.