Tantangan Indonesia Menuju Indonesia Emas 2045
UMKM dan Koperasi berkontribusi tinggi pada penyerapan tenaga kerja, tetapi kontribusinya terhadap perekonomian relatif rendah. Proporsi UMKM mencapai 99.99 persen dari total pelaku usaha dan mampu menyerap tenaga kerja mencapai 96,92 persen pada tahun 2019. Kontribusi UMKM terhadap PDB mencapai 60,51 persen pada tahun 2019, sementara proporsi volume usaha koperasi terhadap PDB sebesar 1,07 persen pada tahun 2019. Beberapa tantangan yang harus dihadapi UMKM dan koperasi diantaranya adalah sebagian besar UMKM memiliki pekerja berkeahlian rendah (low skilled workers) dan juga banyak bergerak di sektor bernilai tambah rendah (rendahnya penggunaan teknologi, inovasi dan investasi) untuk pengembangan usaha, rendahnya kapasitas pengelolaan, rendahnya partisipasi UMKM dalam rantai nilai produksi dan rendahnya jumlah koperasi yang bergerak di sektor riil.
Sumber: Gambar diambil dari unsplash
Produktivitas tenaga kerja Indonesia selama kurun waktu 2010 - 2022 masih relatif tertinggal, yaitu sebesar US$7.274,9 per pekerja dibawah rata-rata kawasan ASEAN sebesar US$ 8.449 per pekerja. Tantangan untuk meningkatkan produktivitas diantara rendahnya kualitas SDM dengan 56,3% tenaga kerja Indonesia masih didominasi oleh lulusan SMP kebawah, ketidaksesuaian keahlian (mismatch) antara lulusan pendidikan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Pada bidang sosial, untuk mencapai tingkat kemiskinan menuju nol persen pada tahun 2045, tantangan yang dihadapi utamanya dikarenakan akses dan kualitas yang belum merata disektor kesehatan, pendidikan dan perlindungan sosial.
Pembangunan kesehatan dihadapkan pada transisi demografi yang diiringi dengan meningkatnya mobilitas penduduk, urbanisasi transisi epidemiologi dan perilaku hidup tidak sehat. Hal ini meningkatkan beban penyakit menular dan tidak menular, termasuk permasalahan kesehatan penduduk lanjut usia dan kesehatan jiwa. Akses pangan yang tidak terjangkau dan pola konsumsi yang tidak sehat menyebabkan kekurangan gizi mikro dan gizi makro serta kelebihan gizi. Di sektor pendidikan, pembangunan dihadapkan pada tantangan untuk mengoptimalkan bonus demografi dan memenuhi kebutuhan sumber daya manusia yang berkualitas agar dapat mendukung percepatan pembangunan diberbagai bidang. Siswa Indonesia untuk aspek membaca, matematika dan sains jauh tertinggal dibandingkan siswa dari negara lain 382,00 dari OECD 488,33. Kualitas pendidikan yang masih rendah disebabkan di antaranya karena sarana-prasarana pendidikan dan fasilitas pembelajaran yang belum memadai, jumlah guru profesional dengan kompetensi tinggi masih terbatas dan belum terdistribusi ke seluruh daerah dan satuan pendidikan. Kurangnya jumlah guru profesional ditunjukkan dengan fakta bahwa kurang dari 50% guru memiliki sertifikat pendidikan pada semua jenjang pendidikan.
Produktivitas dan daya saing perguruan tinggi di tingkat global saat ini juga makin rendah. Tercatat baru lima perguruan tinggi yang berhasil masuk dalam peringkat top 500 dunia, kuantitas publikasi belum diimbangi dengan kualitas, hal ini ditunjukkan oleh rasio sitasi per publikasi yang masih rendah (0,39) pada tahun 2021. Kualifikasi pendidikan yang masih rendah ini berdampak pada keterserapan tenaga kerja di pasar kerja. Dengan komposisi penduduk usia 15 tahun berdasarkan kualifikasi pendidikan mayoritas hanya lulusan SMP sederajat kebawah (59,88%), sedangkan penduduk berpendidikan menengah sebesar 29,97% dan berpendidikan tinggi 10,15%. Jumlah penduduk yang besar ini dapat memberikan peluang sekaligus ancaman bagi kesejahteraan masyarakat. Indonesia mengalami dinamika penduduk yang berdampak luas terhadap pembangunan.
SDG: 1 “No Poverty” dan 2 “Zero Hunger”
Comments :