Source: https://jalurrempah.kemdikbud.go.id/kegiatan/muhibah-budaya-jalur-rempah-2022

(Kemdikbud RI)

 

Pada pertengahan tahun 2021 lalu Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (KEMDIKBUD) melalui akun sosial media mereka mengeluarkan postingan mengenai "Muhibah Jalur Rempah". Muhibah Jalur Rempah merupakan sebuah program untuk mensosialisasikan serta mengembangkan dan memperkuat diplomasi budaya serta memperjuangkan "Jalur Rempah" menjadi Warisan Budaya Takbenda (WBTb) UNESCO, hal ini terus dikembangkan dan dikaji oleh KEMDIKBUD dan mulai disosialisasikan ke generasi muda guna mengembangkan wawasan pengetahuan mengenai rempah serta jalur rempah.

Agenda yang akan dilakukan pada Muhibah Jalur Rempah adalah pelayaran menggunakan kapal KRI Dewaruci (yang tentunya akan didampingi oleh TNI Angkatan Laut beserta awak media yang akan meliput seluruh kegiatan peserta), Kegiatan yang dilakukan cukup padat mulai dari pertunjukan hingga seminar dengan menyusuri 13 titik rempah yang ada di Indonesia, diantaranya:

  1. Banda Neira
  2. Ternate
  3. Makassar
  4. Banjarmasin
  5. Bintan
  6. Medan
  7. Lhouksemawe
  8. Padang
  9. Banten
  10. Jakarta
  11. Semarang
  12. Benoa; dan
  13. Surabaya

Total Peserta yang ikut berjumlah 170 Pemuda dan Pemudi dari Seluruh Provinsi di Indonesia yang akan tersebar di 5 titik pertukaran, diantaranya:

  1. Banda Neira
  2. Makassar
  3. Tanjung Uban
  4. Padang; dan
  5. Jakarta

Dengan masing-masing titik pertukaran peserta berjumlah 34 orang.

Pada saat itu saya mengikuti seleksi Muhibah Jalur Rempah dengan titik lokasi di wilayah Banten (Museum Negeri Banten, Serang), saat itu rentang usia yang ikut antara 18-24 Tahun dengan latar belakang pendidikan yang berbeda, peserta yang ikut seleksi cukup banyak dan saya dibuat kagum oleh profil mereka semua dengan pengetahuan mengenai wawasan nusantara sungguh luas. Setiap Provinsi diseleksi dengan kebutuhan yang berbeda-beda, di Banten sendiri hanya membutuhkah 5 orang dengan komposisi 4 orang pria dan 1 orang wanita.

Seleksi pertama yang dilakukan adalah mengirimkan karya ilmiah tulis mengenai pemajuan kebudayaan dengan ciri khas daerah masing-masing dengan Rempah sebagai topik utamanya. Saat itu saya menuliskan mengenai Lada pada masa Kesultanan Banten (Sultan Ageng Tirtayasa) untuk membangun maritimnya dan membuka kontak dagang dengan bangsa lain. Pengenalan wilayah ini dilakukan dengan peran Gastronomi yaitu dengan makanan bernama Angeun Lada dan Rabeg. Pada tahun 2016 Angeun Lada sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh Kementrian pendidikan dan kebudayaan, namun saat ini apakah masyarakat luas mengenal angeun lada maupun rabeg? Setelah seleksi pertama dilanjutkan dengan tes fisik berupa lari dan diakhiri wawancara mengenai wawasan nusantara, sayangnya saat itu saya gagal untuk berpartisipasi mengelilingi Banten hingga ke Banda Neira.

Perjalanan diatas merupakan ekspedisi pertama jalur rempah, kini ekspedisi jalur rempah sudah berlangsung sebanyak 2 kali, pelayaran telah berlangsung dari 24 November sampai 1 Desember 2023, dan akan dibuka kembali pada tahun 2024. Mengingat pentingnya peran Indonesia, bukan hanya menjadi "Jalur" yang strategis untuk perdagangan namun juga kekayaan alam yang dimiliki, hal ini menjadi daya tarik bagi negara lain untuk memilik lebih banyak kekayaan alam yang ada di Indonesa, hal ini telah terbukti dari berbagai sumber sejarah yang tersebar diseluruh benua. Oleh karena itu, pelestarian serta pengenalan potensi dari Jalur Rempah perlu dikenalkan serta digaungkan kembali untuk memicu dan menciptakan kesadaran bukan hanya bagi praktisi namun juga bagi seluruh rakyat Indonesia mengenai pentingnya dan berharganya potensi yang ada di Indonesia.