Ketika saya mengelola mata kuliah Seminar di program Teknik Industri, Binus Graduate Program BGP, seorang mahasiswa menanyakan hal di atas. Pertanyaan ini sering muncul dan kadang-kadang, menjadi isu kontensius. Mari kita diskusikan isu ini, terutama dari sisi etika dan praktek di lapangan.

Aturan mengenai siapa saja yang berhak untuk menjadi penulis sebuah paper telah diatur oleh banyak jurnal, penerbit, dan organisasi masyarakat ilmiah. Pemerintah kita juga mencoba mengatur. Hal ini tidak berarti semua peneliti, dosen, ataupun mahasiswa mengetahuinya atau mempraktekkannya.

Secara praktis, keberadaan nama penulis dan urutannya dalam paper ilmiah bisa menjadi isu yang rumit. Jika hal ini terjadi, saran saya: selesaikan melalui musyawarah, diskusikan dengan semua pihak yang terlibat. Sedapat mungkin, kita memfasilitasi semua kepentingan pihak yang terlibat.

Secara umum, untuk menjadi penulis sebuah paper, seseorang perlu memenuhi tiga kriteria secara bersamaan.

  • Pertama adalah beliau terlibat dalam pelaksanaan kegiatan yang menghasilkan paper tersebut atau membantu tim peneliti dalam memahami fakta yang dikumpulkan atau melakukan kedua.
  • Kriteria kedua adalah beliau terlibat dalam penulisan paper atau terlibat dalam proses review.
  • Terakhir, kriteria ketiga adalah beliau menyetujui versi terakhir.

Melakukan review saja belum pantas untuk menjadi penulis. Laboran yang hanya mengambil data juga belum memenuhi syarat.

Pengalaman saya di BGP, kriteria ketiga seringkali dilanggar. Mahasiswa ingin mengirim paper secepat mungkin ke jurnal karena tenggat waktu yang berhubungan dengan studi mereka. Kadang-kadang, waktu yang ada tidak mencukupi untuk meminta persetujuan pembimbing. Karena kedua hal ini, mahasiswa sering mengirim paper tanpa sepengetahuan pembimbing. Mahasiswa bahkan tidak mendiskusikan jurnal yang dituju.

Saya juga menjumpai kasus di mana mahasiswa mengirim paper tanpa nama pembimbing. Mereka lupa bahwa di kemudian hari tanda tangan pembimbing dibutuhkan terutama di lembaran Bukti Pengiriman Paper. Tanpa lembaran ini, staf administrasi menolak pengakuan mereka. Jika pembimbing memutuskan tidak menandatangani lembaran tersebut, paper ini tidak bisa dijadikan bukti bahwa kewajiban publiksi telah dipenuhi.

Singkat cerita, pelanggaran terhadap kriteria-kriteria di atas seringkali membawa kita ke kondisi yang merugikan.

Komisi Etik Publikasi atau Committe on Publication Ethics (COPE) juga mengatur mengenai kepengarangan paper ilmiah. Bahkan, COPE menambahkan kriteria berikut pada ketiga kriteria di atas.

Kesepakatan untuk bertanggung jawab atas semua aspek pekerjaan dalam memastikan bahwa pertanyaan terkait akurasi atau integritas dari bagian pekerjaan tersebut diselidiki dan diselesaikan dengan tepat.

Jadi, penulis paper harus juga bertanggung jawab pada hasil dan implikasi penelitian mereka. Itu sebabnya ChatGPT tidak bisa menjadi penulis walaupun dalam praktek, kita menemukan paper di mana ChatGPT ditulis sebagai salah seorang penulis.

Konon kabarnya, di Indonesia sering terjadi pelanggaran etika akademik. Klaim ini bisa dilihat di https://anjani.kemdikbud.go.id/contents/pendahuluan-78900231. Pemerintah lalu menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2021 tentang Integritas Akademik Dalam Menghasilkan Karya Ilmiah.

Aturan ini mengatakan bahwa salah satu bentuk pelanggaran integritas akademik adalah kepengarangan yang tidak sah. Dalam Pasal 10, Ayat 4, dijelaskan pelanggaran ini terjadi bisa dalam tiga bentuk yang dikutip di bawah ini:

  1. menggabungkan diri sebagai pengarang bersama tanpa memberikan kontribusi dalam karya;
  2. menghilangkan nama seseorang yang mempunyai kontribusi dalam karya; dan/atau
  3. menyuruh orang lain untuk membuat karya sebagai karyanya tanpa memberikan kontribusi

Di samping nama-nama penulis, isu kedua yang sering muncul adalah urutan nama-nama penulis. Urutan ini penting bukan saja di Indonesia tetapi juga di beberapa negara lainnya. Dalam sistem Jenjang Jabatan Akademik di Indonesia, 60% kredit sebuah publikasi diberikan kepada penulis pertama. Sisanya dibagi rata oleh penulis pendamping. Itu sebabnya urutan nama-nama penulis sering diperdebatkan. Menjadi penulis pertama juga menjadi salah syarat penting untuk menjadi guru besar.

Beberapa aturan main yang jamak diterima adalah sbb. Penulis pertama adalah seseorang yang paling banyak berkontribusi seperti seseorang yang mendraft paper. Penulis pertama bisa juga ketua tim peneliti. Kadang-kadang, ketua tim peneliti juga diletakkan paling akhir.

Penulis melihat praktek umum di Taiwan adalah meletakkan pemimpin tim sebagai penulis pertama. Sementara di Jepang, penulis pertama adalah peneliti yang menulis paper.

Tahun 1996, diajukan sebuah cara baru untuk memberi kredit pada setiap penulis. Pendekatan baru ini menekankan adanya satu bagian di akhir paper yang disebut Contributor List di mana kontribusi setiap penulis diberikan. Hal ini dilihat sebagai pendekatan yang lebih adil.

Sebagai penutup, narasi di atas menggambarkan etika dan praktek umum mengenai kepengarangan paper ilmiah. Anda mungkin menjumpai kenyataan yang berbeda. Saran saya: diskusikan dengan baik dengan tim dan bersedia untuk menerima keputusan tim.

Good luck.

Last update: 1 Agustus 2023 by Prof. Dr. Eng. Fergyanto E. Gunawan