Gempa bumi termasuk dalam salah satu bencana alam yang banyak menyebabkan korban jiwa dan kerusakan harta benda. Korban jiwa yang di timbulkan dari gempa bumi ini terus meningkat dari sekian gempa yang terjadi  terutama gempa-gempa berkekuatan besar[1]. Hal ini disebabkan karena kurangnya wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap gempa dan cara penanggulanganya. Kurangnya kesiapan menghadapi bencana ini karena bencana yang datang secara tiba tiba, sehingga tidak cukup waktu untuk evakuasi[2].

Gempa bumi merupakan getaran yang dirasakan pada permukaan bumi. Getaran ini disebabkan oleh gelombang seismik dari pusat gempa dalam lapisan kulit bumi (litosfer) bagian dalam, kemudian dirambatkan oleh kulit bumi ke permukaan bumi[3]. Daerah permukaan bumi atau dasar laut yang merupakan pusat getaran bumi disebut Episentrum. Gempa bumi di sebabkan adanya pelepasan energi yang menyebabkan dislokasi (pergeseran) pada bagian dalam kulit bumi secara tiba-tiba[4].

Indonesia merupakan pertemuan rangkaian sirkum mediterania dan rangkaian sirkum pasifik dengan proses pembentukan gunung yang masih berlangsung. Hal ini menyebakan Indonesia menjadi salah satu negara dengan resiko gempa bumi yang besar[5]. Duapertiga wilayah Indonesia merupakan daerah rawan gempabumi dan letusan gunung berapi karena dilalui jalur    “Ring of Fire.”

Beberapa upaya telah dilakukan dalam rangka mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh bencana besar seperti gempa bumi. Salah satu upaya untuk menghadapi bencana ini adalah dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap gempa, serta cara penanggulanganya dan mitigasi yang baik dan benar. Selain itu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memprediksi gempa bumi yang akan terjadi[2,6].

Upaya untuk memprediksi gempa ini mencakup informasi tentang perkiraan lokasi, magnitude dan waktu gempa akan terjadi. Pada pengertian yang lain, ilmu memperkirakan terjadinya gempa merujuk pada pengetahuan tentang prognostic parameter yang mencakup; episentrum dari gempa, waktu terjadinya gempa dan besarnya gempa yang akan terjadi[7].

Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk memperkirakan Episentrum dari gempa diantaranya fenomena elektrokinetik, induksi arus elektrik, dan pengukuran berdasarkan arah azimuthal sebelum gempa[7]. Thanassoulas, menerapkan metode “strange attractor like” untuk mengamati seismic electric sebelum gempa Nafpactor di Yunani[9]. Selain itu, Pulinet[8] mengamati penentuan episentrum didasarkan pada gangguan ionosfer fenomena sebelum gempa bumi dan penentuan besarnya menggunakan laju pelepasan energi seismik sebagai fungsi kekuatan berbanding lurus terhadap waktu, semakin besar gempa yang akan terjadi maka semakin cepat waktu prediksi dapat diberikan.

Berdasarkan perkiraan waktu terjadinya gempa, perkiraan waktu gempa dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu perkiraan jangka panjang, jangka menengah dan perkiraan jangka pendek[6]. Perkiraan jangka panjang jarang digunakan karena mempunyai akurasi yang rendah, perkiraan jangka menengah terdiri dari prediksi selama bertahun-tahun sampai mingguan, juga penggunaannya kurang. Perkiraan jangka pendek melibatkan perkiraan kemungkinan terjadinya gempa dalam beberapa bulan, minggu, dan hari dari waktu gempa. Perkiraan jangka pendek ini memiliki akurasi yang tinggi dan sangat penting diperhatikan untuk tidak memobilisasi masa dalam jangka waktu yang panjang, hal ini penting untuk menghindari kepanikan sosial dan kekacauan. Perkiraan waktu gempa jangka pendek harus mencakup cukup waktu untuk evakuasi.

Perkiraan besarnya magnitude gempa dapat ditentukan dengan penerapan model fisik yang memvalidasi metode pelepasan energi

Nafpactor di Yunani[9]. Selain itu, Pulinet[8] mengamati penentuan episentrum didasarkan pada gangguan ionosfer fenomena sebelum gempa bumi dan penentuan besarnya menggunakan laju pelepasan energi seismik sebagai fungsi kekuatan berbanding lurus terhadap waktu, semakin besar gempa yang akan terjadi maka semakin cepat waktu prediksi dapat diberikan.

Berdasarkan perkiraan waktu terjadinya gempa, perkiraan waktu gempa dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu perkiraan jangka panjang, jangka menengah dan perkiraan jangka pendek[6]. Perkiraan jangka panjang jarang digunakan karena mempunyai akurasi yang rendah, perkiraan jangka menengah terdiri dari prediksi selama bertahun-tahun sampai mingguan, juga penggunaannya kurang. Perkiraan jangka pendek melibatkan perkiraan kemungkinan terjadinya gempa dalam beberapa bulan, minggu, dan hari dari waktu gempa. Perkiraan jangka pendek ini memiliki akurasi yang tinggi dan sangat penting diperhatikan untuk tidak memobilisasi masa dalam jangka waktu yang panjang, hal ini penting untuk menghindari kepanikan sosial dan kekacauan. Perkiraan waktu gempa jangka pendek harus mencakup cukup waktu untuk evakuasi.

Perkiraan besarnya magnitude gempa dapat ditentukan dengan penerapan model fisik yang memvalidasi metode pelepasan energi yang dipercepat[7]. Thanassoulas menentukan besarnya dengan menggunakan model aliran energi litosfer seismik. Model ini didasarkan pada keseimbangan energi yang diserap dan rilis di daerah seismik litosfer. Pengurangan dampak gempa bumi merupakan masalah yang penting. Hal ini bertujuan untuk mengurangi jumlah kerusakan yang disebabkan oleh gempa, prediksi gempa yang masuk dapat menjadi salah satu solusi. Berdasarkan beberapa hal tersebut serta informasi yang menjadi dasar bahwa indonesia menjadi salah satu negara dengan resiko gempa bumi yang besar[2,5], maka bidang keilmuan yang digunakan untuk memprediksi terjadinya gempa bumi penting untuk dikembangkan di Indonesia.

Kontributor : Winda Astuti, Ph.D.

Referensi:

  • (2013). 7 Gempa di Indonesia Yang Tercatat Dengan Jumlah Korban Ribuan. IndoCropCircles. Retrieved from http://indocropcircles.wordpress.com/ 2013/08/04/gempa-bumi-di-indonesia-dengan-jumlah-korban-ribuan/
  • Jufriadi, A. (2012). Upaya Pengurangan Resiko BEncana Gempa Bumi Melalui Campus Watching sebagai Pendidikan Mitigasi Bencana (Studi Kasus Gedung Graha Sainta Lt.1 Universita Brawijaya). ERUDIO (JOURNAL OF EDUCATIONAL INNOVATION), 1(1). doi:ISSN:2302-9021
  • (2010). How Earthquakes Affect Buildings. Earthquake Engineering to Extreme Events. Retrieved from http://mceer.buffalo.edu/infoservice/reference_services/ EQaffectBuilding.asp
  • (2011). Magnitude 9.0 - NEAR THE EAST COAST OF HONSHU, JAPAN.
  • Rumhadi, T. (2011). EJARAH PERKEMBANGAN MUKA BUMI. Retrieved from http://geomangraho.blogspot.com/2011/03/sejarah-perkembangan-muka-bumi-tri.html
  • Bhargava, N., Katiyar, V. K., Sharma, M. L., & Pradhan, P. (2009). Earthquake Prediction through Animal Behavior : A Review. Indian Journal of Biomechanics, (March), 159–165.
  • Thanassoulas, C. (2007). Short - term Earthquake Prediction. H. Dounias & Co., Greece.
  • Pulinets, S. (2004). Ionospheric Precursors of Earthquakes ; Recent Advances in Theory. Terrestrial, Atmospheric and Oceanic Sciences, 15(3), 413–435.
  • Thanassoulas, C., Klentos, V., Verveniotis, G., & Zymaris, N. (2008). Preseismic oscillating electric field “strange attractor like” precursor, of T = 6 months, triggered by Ssa tidal wave. Application on large (Ms > 6.0R) EQs in Greece (October 1, 2006 - December 2nd, 2008), (1), 1–7.
  • (2015). BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA. Retrieved February 25, 2015, from http://www.bmkg.go.id/BMKG_Pusat/Gempabumi_-_Tsunami/
  • Hariyadi, Ma. (2014). Earthquake and tsunami kill more than 400 people in Aceh and North Sumatra, p. 2186.
  • (2012). Earthquake Glossary - epicenter. 2012. Retrieved March 6, 2015, from http://earthquake.usgs.gov/learn/glossary/?term=epicenter
  • Zulkarnaen, Y. (2015). Ring of Fire : Bukan Ancaman Baru Bagi Indonesia. Retrieved February 23, 2015, from http://yusufzulkarnain.blogspot.com/2011/03/ring-of-fire-bukan-ancaman-baru-bagi.html