Peneliti telah mengembangkan algoritma AI yang mampu mengenali emosi dalam karya seni, mengambil langkah maju menuju penciptaan mesin dengan kecerdasan emosional.

Penelitian ini dilakukan oleh peneliti di Stanford Institute for Human-Centered Artificial Intelligence dan di Prancis dan Arab Saudi. Penelitian ini berfokus pada pengajaran komputer tidak hanya untuk mengidentifikasi objek dalam gambar tetapi juga untuk memahami bagaimana gambar tersebut membangkitkan respons emosional pada orang.

Teknologi ini dapat mengarah pada sistem masa depan yang melihat dan menafsirkan emosi jauh lebih dalam daripada teknologi saat ini.

Peneliti memilih seni sebagai fokus penelitian mereka karena seniman bertujuan untuk memunculkan reaksi emosional tertentu pada pemirsa. Algoritma ini dapat mengklasifikasikan karya seni ke dalam satu dari delapan kategori emosional, termasuk kekaguman, hiburan, ketakutan, dan kesedihan.

Penelitian ini lebih dari sekadar mengidentifikasi suasana keseluruhan lukisan dengan menunjukkan emosi yang berbeda dalam gambar yang sama. Selain itu, AI menghasilkan teks tertulis yang secara akurat menggambarkan konten lukisan dan membenarkan pembacaan emosional.

Untuk melatih AI, para peneliti membuat kumpulan data baru yang disebut Artemis, yang mencakup 81.000 lukisan yang ditemukan daring dan 440.000 respons emosional dari lebih dari 6.500 partisipan. Respons ini menggambarkan bagaimana karya seni tersebut membuat pemirsa merasa dan mencakup penjelasan atas pilihan emosional mereka. AI menggunakan data ini untuk melatih pembicara saraf—jaringan saraf yang menghasilkan respons tertulis terhadap seni visual. Pembicara saraf ini mengekspresikan emosi yang ditimbulkan oleh sebuah lukisan dan menjelaskan alasan di balik emosi tersebut dalam bahasa alami.

Para peneliti percaya bahwa teknologi ini dapat berfungsi sebagai alat bagi para seniman, membantu mereka mengevaluasi karya mereka dan menyempurnakan proses kreatif mereka. Di luar seni, proyek ini memiliki implikasi yang lebih luas, berpotensi menjembatani kesenjangan antara psikologi manusia dan kecerdasan buatan dengan memungkinkan mesin untuk memahami emosi lebih dalam dan berkomunikasi dengan nuansa emosional.

SDG:Â