Mendinginkan Udara Tanpa Freon: Inovasi Ramah Lingkungan dari Vortex Tube
Di tengah kebutuhan dunia akan teknologi ramah lingkungan dan efisiensi energi, para peneliti terus mencari solusi pendinginan alternatif yang tidak bergantung pada refrigeran kimia seperti freon. Salah satu inovasi yang mulai mendapatkan perhatian adalah vortex tube, alat pendingin tanpa komponen bergerak yang memanfaatkan udara bertekanan dan prinsip aliran pusaran (vortex) untuk memisahkan udara panas dan dingin secara simultan. Penelitian yang dilakukan oleh Sarifudin dan rekan-rekannya mengupas tuntas potensi alat ini melalui pendekatan eksperimental dan analisis matematis yang mendalam.
Vortex tube pertama kali ditemukan oleh Georges J. Ranque pada tahun 1933 dan dikembangkan lebih lanjut oleh Hilsch pada tahun 1947. Teknologi ini bekerja dengan menyuntikkan udara bertekanan ke dalam tabung silinder melalui nozzle tangensial, menciptakan pusaran udara kecepatan tinggi. Pusaran ini menghasilkan pemisahan energi di dalam tabung, di mana sebagian udara terdorong keluar sebagai udara panas melalui satu sisi, dan sebagian lainnya keluar sebagai udara dingin melalui sisi sebaliknya (Sarifudin et al., 2020a). Meskipun prinsip dasarnya telah lama diketahui, efisiensi termalnya masih menjadi tantangan, sehingga penelitian terkini berfokus pada peningkatan performa sistem.
Dalam studi terbarunya, Sarifudin dan tim meneliti pengaruh tiga parameter utama: tipe tabung (natural cooling vs. forced cooling), Gambar 1, tekanan udara (0.5, 1.0, dan 1.5 bar), dan fraksi massa udara dingin (30%–70%) terhadap performa termal vortex tube. Dua jenis tabung diuji: tipe A (tanpa pendinginan paksa) dan tipe B (dengan forced cooling menggunakan air yang dialirkan secara kontras terhadap arah udara panas) (Sarifudin et al., 2020b). Pengujian dilakukan di lingkungan yang dikondisikan pada suhu 27°C ± 0.1°C untuk memastikan kestabilan termal selama eksperimen.
Gambar 1. Design vortex tube (a) natural cooling dan (b) forced cooling (Sarifudin et al., 2020b). Diambil dari konten lisensi atribusi CC BY
Dari sisi suhu udara dingin (), hasil eksperimen menunjukkan bahwa tabung dengan pendinginan paksa secara signifikan mampu menurunkan suhu udara keluar. Sebagai contoh, pada tekanan 1.5 bar dan fraksi massa 40%, suhu udara dingin yang dihasilkan tabung forced cooling dapat mencapai 13.45°C, dibandingkan 14.93°C pada tabung natural cooling (Sarifudin et al., 2020b). Penurunan suhu ini menunjukkan bahwa penghilangan panas dari dinding tabung panas dapat meningkatkan perbedaan suhu antara outlet dingin dan panas, sehingga menghasilkan pendinginan yang lebih efektif.
Selain suhu, peneliti juga menghitung koefisien performa pendinginan () sebagai indikator efisiensi sistem. didefinisikan sebagai rasio antara laju aliran panas pada sisi dingin dengan energi yang dibutuhkan untuk mengalirkan udara bertekanan ke dalam sistem. Hasil menunjukkan bahwa tertinggi tercapai pada tekanan rendah (0.5 bar) dengan fraksi massa dingin 70% dan penggunaan forced cooling, dengan nilai mencapai 0.123. Sebaliknya, tekanan tinggi justru menurunkan efisiensi, karena konsumsi energi meningkat lebih cepat dibandingkan manfaat pendinginan yang diperoleh (Sarifudin et al., 2020a).
Untuk mengidentifikasi kombinasi parameter terbaik, metode optimasi Taguchi digunakan. Metode ini sangat berguna karena mampu mengurangi jumlah eksperimen namun tetap mempertahankan ketepatan analisis. Data diolah dalam bentuk rasio sinyal terhadap noise (S/N ratio) untuk dua kriteria: "smaller is better" (untuk suhu) dan "larger is better" (untuk COP). Hasilnya menunjukkan bahwa tekanan memiliki pengaruh terbesar terhadap suhu udara dingin, diikuti oleh tipe tabung dan fraksi massa. Sementara untuk COPref, urutannya adalah tipe tabung, fraksi massa, dan tekanan (Sarifudin et al., 2019).
Pengaruh dari masing-masing variabel tidak hanya dilihat dari sisi statistik, tetapi juga dianalisis menggunakan persamaan matematis termodinamika, seperti perubahan suhu (), efisiensi isentropik (), dan laju aliran panas (Q̇). Persamaan-persamaan ini memperkuat hasil eksperimen dan memberikan pemahaman mendalam mengenai mekanisme kerja vortex tube. Misalnya, nilai efisiensi isentropik tertinggi tercatat sebesar 20.84% untuk sisi dingin dan 24.21% untuk sisi panas pada tekanan rendah dan penggunaan forced cooling (Sarifudin et al., 2020a). Angka ini menunjukkan adanya keterbatasan sistem dari sisi efisiensi termodinamika, namun tetap kompetitif untuk sistem pendinginan non-konvensional.
Meskipun nilai COP dari vortex tube masih jauh di bawah sistem refrigerasi berbasis kompresor dan freon, keunggulan utamanya terletak pada kesederhanaan desain, tidak adanya zat kimia berbahaya, serta biaya operasional yang sangat rendah. Dalam aplikasi lapangan, teknologi ini sangat cocok digunakan untuk pendinginan spot, alat portabel di lingkungan terpencil, atau sistem eksperimental untuk edukasi dan pelatihan.
Temuan ini menjadi landasan kuat bagi pengembangan vortex tube generasi berikutnya, yang berpotensi ditingkatkan melalui modifikasi desain geometri, bahan dengan konduktivitas termal lebih tinggi, dan sistem pendinginan hibrida. Selain itu, pendekatan optimasi eksperimental seperti Taguchi dapat terus digunakan untuk menyempurnakan parameter operasi dalam skala industri.
Secara keseluruhan, temuan penelitian ini menegaskan bahwa meskipun vortex tube bukan pengganti langsung bagi sistem pendinginan konvensional, ia menawarkan alternatif yang sangat menjanjikan—terutama dalam konteks keberlanjutan, kesederhanaan, dan kebutuhan aplikasi spesifik dengan batasan teknis tertentu.
Referensi
Sarifudin, A., Pambudi, N. A., Wijayanto, D. S., & Widiastuti, I. (2020a). Investigation on cooling the hot tube surfaces of vortex tube at different pressure and fraction with comprehensive thermal performance analysis. Case Studies in Thermal Engineering, 22, 100739. https://doi.org/10.1016/j.csite.2020.100739
Sarifudin, A., Wijayanto, D. S., Widiastuti, I., & Pambudi, N. A. (2020b). Dataset of comprehensive thermal performance on cooling the hot tube surfaces of vortex tube at different pressure and fraction. Data in Brief, 30, 105611. https://doi.org/10.1016/j.dib.2020.105611
Sarifudin, A., Wijayanto, D. S., & Widiastuti, I. (2019). Parameters optimization of tube type, pressure, and mass fraction on vortex tube performance using the Taguchi method. International Journal of Heat and Technology, 37(2), 597–604. https://doi.org/10.18280/ijht.370230
SDG: 9 Industry, Innovation, and Infrastructure
Comments :