Saat ini, di negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa, teknologi otomotif yang disebut dengan mobil terhubung menjadi sebuah trend baru, dimana teknologi seperti kendaraan digital dengan Wi-Fi, sistem infotainment yang canggih dengan aplikasi ponsel, komunikasi kendaraan-ke-kendaraan (vehicle-to-vehicle) yang memungkinkan mobil untuk berkomunikasi satu sama lain di jalanan.Tukar menukar informasi seperti pertukaran data keselamatan, kecepatan dan posisi, layanan lokasi real-time dan routing berdasarkan kondisi lalu lintas dan tautan jaringan internet yang memfasilitasi diagnostik kendaraan beserta perbaikannya. Mobil dengan sistem cerdas ini mengalir dari ruang desain ke aplikasi di jalan. Kendaraan otonom (autonomous vehicle) juga merupakan salah satu fitur penting masa depan bagi industri otomotif[1].

Ide kendaraan otonom masih belum sepenuhnya diterima oleh masyarakat karena teknologi ini belum sepenuhnya matang saat ini. Tapi untuk produsen mobil, perubahan dari model mobil saat ini untuk menuju ke model mobil tanpa pengendara akan menjadi periode yang menarik dan menantang dengan peluang yang sangat besar. Fase ini akan menjadi salah satu tantangan bagi industri otomotif karena mereka harus meng-upgrade kemampuan mereka untuk merancang, memproduksi dan menerapkan teknologi baru tersebut untuk pengalaman pelanggan yang lebih baik.

Produsen mobil telah melakukan investasi besar-besaran di negara-negara berkembang dan dengan sangat hati-hati jika mereka ingin sukses dalam beberapa tahun ke depan. Sebuah pendekatan yang sangat konservatif seperti pengelolaan biaya dan kapasitas pabrik dengan ketat akan sangat penting untuk dapat bertahan terutama di Brasil dan Rusia. Cina memiliki cerita yang berbeda. Merupakan pasar otomotif terbesar di dunia, China diperkirakan akan menaikkan penjualan kendaraan tahunan lebih dari 30 juta pada tahun 2020. Di luar itu, peningkatan yang stabil di pasar negara berkembang akan terus naik setidaknya sampai tahun 2025, sehingga pasar Asia sendiri masih cukup potensial untuk dikembangkan[1].

Tidak hanya mobil otonom yang menjadi segmen pasar yang tidak mudah untuk di kembangkan, tapi penggerak tradisional dan mesin pembakaran dalam masih menjadi jenis penggerak yang dominan di jalan selama beberapa dekade yang akan datang, di mana potensi kendaraan rendah emisi seperti kendaraan listrik yang akan menggantikan mesin pembakaran dalam terus berkembang terutama di negara maju seperti Jerman yang mempromosikan untuk mengatur kendaraan nol emisi mulai tahun 2030[2]. Sehingga, kendaraan terbaru yang muncul dipasaran akan dibedakan terutama oleh teknologi inovatif yang melibatkan fitur bantuan pengendara (assisted driving) dan konektivitas global. Dalam penelitian terbaru, 56 persen dari pembeli mobil mengatakan bahwa mereka akan beralih ke model yang berbeda jika model yang sedang mereka pertimbangkan untuk dibeli tidak menawarkan teknologi dan fitur yang mereka inginkan. Demikian pula, 48 persen dari pembeli mobil mengatakan bahwa mereka akan meninggalkan model kendaraan yang mereka sukai jika teknologi yang ada sulit untuk digunakan[1].

Teknologi yang diperlukan untuk membuat mobil terhubung dan cerdas seperti, jaringan internet, sensor dan perangkat lunak bukanlah ranah tradisional untuk sebagian besar produsen mobil. Kelemahan ini merupakan bentuk tantanganbagi perusahaan berbasis teknologi tinggi seperti Apple dan Google, yang selalu membuat langkah inovatif dalam mengembangkan teknologi dengan kemampuan jaringan, otonom dan komunikasi dari mobil. Kehadiran yang meningkat di industri otomotif dari perusahaan berbasis teknologi tinggi tidak dapat diabaikan oleh para produsen mobil. Perusahaan-perusahaan ini mungkin akan terbukti memiliki pengaruh di sektor otomotif di tahun-tahun mendatang, terutama karena kemampuan mereka dan kebutuhan industri yang memang selaras dengan kompetensi mereka.

Selain kebutuhan untuk meningkatkan fitur transportasi dan mobilitas kendaraan, regulasi batas efisiensi bahan bakar yang lebih ketat semakin mendekat. Pada tahun 2025, misalnya, armada mobil di Amerika Serikat harus mampu memenuhi tuntutan rata-rata memiliki efisiensi 54.5 mil per galon (4.3 liter per 100 km)[3]. Ini akan menjadi semakin menantang terutama jika harga minyak tetap bertahan rendah, dapat memicu minat konsumen yang lebih besar terhadap kendaraan dengan konsumsi bahan bakar yang cukup besar seperti pickup dan SUV. Untuk memenuhi standar tersebut akan memerlukan langkah perubahan yang cukup ekstrem, bukan hanya yang bertahap saja.

Dan bagaimana dengan industri otomotif di kawasan Asia Tenggara (ASEAN), khususnya Indonesia? ASEAN adalah pasar yang besar dengan lebih dari 600 juta orang dan Produk Domestik Bruto (PDB) gabungan sekitar 2 Triliun USD dengan pertumbuhan tahunan lebih dari 5%. Jika pasar Malaysia yang sudah cukup matang menunjukkan 82% rumah tangga memiliki mobil pada 2014, ini adalah sekitar 51% dari pasar. Thailand yang sedang berkembang, sementara beberapa pasar ASEAN tampaknya hampir belum dimanfaatkan: Filipina (8%), Indonesia (4%) dan Vietnam (2%), dimana ketiga negara ini adalah negara dengan jumlah penduduk yang sangat padat. Thailand dan Indonesia, khususnya, memiliki lokasi sebagai pusat industri yang sangat nyaman untuk memproduksi kendaraan bagi kebutuhan ekspor di kawasan Asia dan sekitarnya. Saat ini, Thailand menguasai sekitar 43,5 persen dari kawasan ASEAN dalam hal penjualan, sedangkan Indonesia datang di tempat kedua dengan 34 persen pangsa pasar[4].

Ada beberapa faktor yang mendukung penjualan mobil di Indonesia. Pertama, Indonesia masih memiliki rasio kepemilikan mobil per kapita yang sangat rendah (kurang dari empat persen dari populasi yang memiliki mobil) menyiratkan ada ruang besar untuk pertumbuhan. Kedua, mobil murahirit dan terjangkau Low Cost Green Car (LCGC) diharapkan dapat meningkatkan penjualan. Saat ini penjualan LCGC masih membentuk sebagian kecil dari total penjualan mobil di Indonesia (sekitar 14 persen) dan oleh karena itu ada juga banyak ruang untuk pertumbuhan lebih lanjut di segmen LCGC[5].

Namun walaupun mobil LCGC telah mendapatkan popularitas di Indonesia karena rasio kepemilikan mobil per kapita yang sangat rendah dengan golongan ekonomi kelas menengah yang berkembang pesat, sebagian besar orang Indonesia masih lebih memilih untuk membeli kendaraan serbaguna (keluarga) atau Multi-Purposes Vehicle (MPV). Pemimpin pasar yang jelas dalam industri mobil di Indonesia adalah Toyota (Avanza), yang didistribusikan oleh Astra International (salah satu konglomerat diversifikasi terbesar di Indonesia yang menguasai sekitar 50 persen pasar penjualan mobil), diikuti oleh Daihatsu (juga didistribusikan oleh Astra International) dan Honda[5].

Saat ini, dengan total kapasitas produksi mobil yang dirakit di Indonesia sekitar dua juta unit per tahun, dan dengan pertumbuhan ekonomi yang kuat dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia akan semakin mengancam posisi dominan Thailand menjadi produsen otomotif ASEAN selama dekade berikutnya. Sehingga, berdasarkan fakta-fakta di atas, pasar Indonesia saat ini masih fokus pada pengembangan industri manufaktur otomotif untuk pasar lokal dan ekspor di mana segmen pasar lokal masih terfokus pada kendaraan dengan biaya rendah. Tapi dengan golongan ekonomi kelas menengah yang berkembang cepat, segmen pasar mobil dengan teknologi tinggi juga dipastikan akan meningkat. Ini berarti bahwa kesempatan untuk mengembangkan dan memperkenalkan teknologi mobil cerdas dan terhubung di Indonesia masih terbuka sangat luas, baik itu bagi produsen mobil maupun perusahaan-perusahaan berbasis teknologi tinggi lokal yang ingin masuk segmen pasar tersebut. Hal ini tidak akan dapat berkembang dengan baik jika tidak didukung dengan sumber daya manusia yang baik yang memiliki kompetensi dibidang teknologi otomotif cerdas.

Industri Otomotif diIndonesia danDunia

Sumber : TempoOnline (www.tempo.co)
Kontributor : E. Byan Wahyu R., S.T., M.Eng., PhD.

References

  1. Hirsh E., Jullens J., Singh A. and Wilk R. (2016). 2016 Auto Industry Trends. Retrieved from http://www.strategyand.pwc.com/perspectives/2016-auto-industry-trends
  2. Morby A. (10 Oktober 2016). Germany moves to ban internal combustion engine by 2030. Retrieved fromhttps://www.dezeen.com/2016/10/10/germany-ban-internal-combustion-engine-2030-bundesrat-support-electric-cars-design-technology/
  3. The White House - Office of the Press Secretary (28 Agustus 2012). Obama Administration Finalizes Historic 54.5 MPG Fuel Efficiency Standards. Retrieved from https://www.whitehouse.gov/the-press-office/2012/08/28/obama-administration-finalizes-historic-545-mpg-fuel-efficiency-standard
  4. Aseanup (27 Oktober 2016). Southeast Asia automotive industry overview. Retrieved from http://aseanup.com/southeast-asia-automotive-industry-overview/
  5. Indonesia Investments (16 Mei 2016). Automotive Manufacturing Industry Indonesia. Retrieved fromhttp://www.indonesia-investments.com/business/industries-sectors/automotive-industry/item6047