Keadaan jalanan yang semrawut pada negara – negara berkembang seperti di Jakarta berupa jalanan macet, lampu merah yang lama, dan persimpangan yang membuat jalanan menjadi tersendat, merupakan masalah – masalah yang membuat para pengendara kendaraan bermotor, baik mobil maupun motor, menjadi stress karena ‘kelamaan’ menunggu di jalanan. Pasti anda pernah mengalaminya bukan? Selain stres karena waktu yang terbuang, para pengendara juga memikirkan  bensin yang ‘terminum’ oleh kendaraan yang idling pada saat kendaraan berhenti. Jalanan macet yang sangat parah terjadi apalagi ketika hujan datang dimana semua pengendara motor beralih ke mobil dan jam pergi serta pulang kerja.

Gambar 1. Kemacetan yang semakin semrawut(Sumber :okezone.com).

            Tidak seperti zaman saat awal – awal kendaraan yang tidak terlalu banyak, kemacetan bukanlah menjadi ketakutan bagi para pengendara. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan pertumbuhan penduduk yang signifikan, kebutuhan akan transportasi untuk mobilitas sehari – hari semakin meningkat. Itulah sebabnya pertumbuhan kendaraan bermotor di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data Samsat yang mengeluarkan STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan), pertumbuhan jumlah motor dan mobil dari tahun ke tahun sebesar 12%, sedangkan pertumbuhan jalanan hanya sebesar 0,01%[1].

Infrastruktur yang menunjang keberadaan kendaraan bermotor seperti lahan parkir, jalanan aspal, polisi pengatur lalu lintas dan lain – lain sepertinya sudah dibangun oleh pemerintah dan nampaknya juga belum bisa mengurai kemacetan yang semakin hari semakin parah. Pemerintah sudah berusaha membangun underpass, overpass, jalan layang non-tol, monorail train (MRT), meningkatkan kualitas kendaraan umum, dan lain – lain yang dapat mengurai kemacetan.

Kemacetan yang parah ini sangat membuat penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tidak dapat terbarukan menjadi terbuang sia – sia di jalan. Oleh karena itu, para engineer dan produsen kendaraan mulai berinovasi untuk membuat teknologi yang dapat menghemat bahan bakar ini seperti, hybrid, direct injection, teknologi variable valve, hingga Start – Stop Engine System[2]. Teknologi yang belakangan paling terlihat pada kendaraan bermotor adalah Start Stop Engine, misalnya pada motor Honda Vario 125 dengan idling stop system-nya[3], sedangkan pada mobil yaitu pada merek Mazda, BMW, Mercedez Benz, dan Renault, dan masih banyak lagi.

Secara singkat, Start – Stop Engine System ini akan mematikan mesin pada saat mobil tidak bergerak dan putaran mesin berada di RPM Idling. Ketika mesin berhenti, maka bensin yang digunakan oleh mesin pun akan semakin berkurang, sehingga akan menghemat bahan bakar. Ketika ingin menyalakan mesin kembali, hanya tinggal perlu melepas rem atau menginjak pedal coupling. Sistem ini bekerja secara otomatis yang dikendalikan oleh komputer. Sehingga pengemudi hanya perlu melakukan mekanisme tersebut agar sistem ini bekerja[4]. Cukup mudah bukan?

Gambar 2. Auto Start – Stop Engine (Sumber : 2msia.com).

            Nah, untuk cara kerja dari sistem ini, komputer pada Electronic Control Unit (ECU) digunakan untuk mendeteksi kecepatan mobil, apakah sedang berjalan atau berhenti, suhu ideal mesin, perputaran mesin dan gear pada mesin. Untuk mobil dengan Automatic Transmission, sistem akan bekerja apabila posisi gigi berada di N (Neutral) ataupun P (Park) dan pedal rem diinjak sedangkan pada transmisi manual, gigi pada posisi tengah (Neutral). Agar sistem ini bekerja, mobil harus dalam keadaan berhenti sepenuhnya. Mobil juga tidak berada di jalan yang menanjak maupun menurun, untuk menghindari hal yang tidak diinginkan ketika mesin mati. Sensor juga akan mendeteksi perputaran mesin mobil pada saat idling yang kemudian akan diteruskan informasinya ke ECU[5].

Setelah ECU menerima semua informasi dari mesin dan sensor, maka ECU akan menghentikan perputaran mesin ketika mobil berhenti dan semua kondisi terpenuhi.

Ketika pengemudi ingin menjalankan kendaraannya kembali, tergantung pada jenis transmisinya. Untuk transmisi manual, pengemudi hanya perlu menginjak pedal kopling, sedangkan untuk transmisi automatic, hanya perlu menginjak pedal gas. Cara menghentikan dan menyalakan mesin pada Start - Stop Engine ini bergantung pada jenis dan merek mobil yang digunakan. Sistem ini juga memungkinkan pengendara mengnonaktifkannya dengan tombol apabila tidak ingin digunakan[5].

Semua sistem yang diciptakan oleh para engineer memiliki kelebihan dan kekurangan masing – masing, baik dari segi komponen, hingga segi efisiensi. Sama seperti Auto start stop Engine system ini, walaupun memiliki kelebihan yaitu dapat menghemat bensin, sistem ini juga memiliki kekurangan. Kekurangan tersebut terletak pada starter motor itu sendiri, hal tersebut dikarenakan mesin dengan sistem tersebut melakukan banyak sekali starting pada sekali perjalanan. Oleh karena itu, starter motor yang digunakan harus awet dan tahan lama. Namun kekurangan tersebut dapat ditekan    dengan menyempurnakan dan mengembangkan motor yang lebih awet dan tahan lama agar tidak cepat rusak[5].

Berdasarkan data yang diperoleh oleh Mazda, pengujian pada mobilnya yang menggunakan teknologi ini, yang mereka beri nama i-stop, didapatkan hasil bahwa sistem ini dapat menghemat bahan bakar sekitar 8%[6]. Coba bayangkan seberapa banyak bahan bakar yang dapat dihemat oleh pengendara apabila teknologi ini digunakan pada semua kendaraan bahan bakar minyak. Tidak perlu jauh – jauh, jangankan di Indonesia, di Jakarta saja, bahan bakar dapat dihemat oleh kendaraan yang hanya menunggu kemacetan dan lampu merah yang terkadang membuat pengendara jengkel, sedih, ataupun lelah.

Jadi, kita sebagai para pengendara sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, perlu menyadari bahwa betapa pentingnya sikap menghemat dalam menggunakan segala sesuatu yang harus ditumbuhkan dalam diri kita masing – masing, terutama pada bahan bakar minyak dari sisi pengendara kendaraan bermotor, mengingat bahwa BBM ini didapatkan dari minyak bumi yang tidak dapat diperbaharui. Polusi udara juga dapat dikurangi dengan teknologi penghematan bahan bakar ini. Para engineer sudah berinovasi dalam hal tersebut, salah satunya dalam teknologi Start – stop Engine, hanya tinggal kita sebagai konsumen/pengendara yang perlu menggunakan inovasi – inovasi dan teknologi – teknologi penghematan yang sudah ada. Kalau bukan kita yang memulai, siapa lagi?

 

Kontributor : Ivan Andry (ARE Semester 1 2017/2018)

 

Referensi:

[1] Raditya Ramadhan, “Jumlah motor dan mobil di Jakarta tumbuh 12 persen tiap tahun”, 2015. [Online]. Available : http://www.antaranews.com/berita/473169/jumlah-motor-dan-mobil-di-jakarta-tumbuh-12-persen-tiap-tahun [Accessed : October 10, 2017]

[2] U.S Department of Technology, “Energy Efficient Technology”, 2015. [Online]. Available : https://www.fueleconomy.gov/feg/tech_adv.shtml [Accessed : October 15, 2017]

[3] Honda Cengkareng, “Teknologi Idling Stop System (ISS) pada motor Honda”, 22 Januari 2015. [Online]. Available : https://www.hondacengkareng.com/teknologi-idling-stop-system-iss-pada-motor-honda/ [Accessed : October 17, 2017]

[4] 2msia.com, “How Engine Auto Start/Stop System Works”, July 16, 2016. [Online]. Available :  http://2msia.com/2016/07/16/how-engine-auto-startstop-system-works/ [Accessed : October 19, 2017]

[5] Jesse Crosse, “Stop-start technology: what's the long-term impact on my car’s engine?”, March 27, 2017. [Online]. Available : https://www.autocar.co.uk/car-news/new-cars/stop-start-long-term-impact-your-car-s-engine [Accessed : October 22, 2017]

[6] Mazda, “Idling Stop Technology”. [Online]. Available : http://www.mazda.com/en/innovation/technology/env/i-stop/ [Accessed : October 25, 2017]